“Tulisan lama yang
bagus untuk bahan renungan”
Perempuan sepertiku
tak banyak. Jangan tertipu oleh angka statistic yang mengatakan, perbandingan
lelaki dan perempuan melebihi 1 : 4. Ada banyak kaum hawa di luar sana, tetapi
percayalah, yang sepertiku hanya terbatas jumlahnya. Kalau kau bertanya-tanya, seperti apakah aku
hingga sedemikian yakinnya, silakan renungkan.
Aku dan Dirimu
Antara aku dan dirimu dibatasi oleh rasa malu dan cinta. Aku mencintai Robb ku melebihi segalanya, setingkat di bawahnya adalah lelaki paling mulia bernama Muhammad ibn Abdillah Saw. Setingkat di bawahnya adalah para shahabat, para salafus sholih. Setingkat di bawahnya lagi adalah para ulama dan ustadz di zaman ini yang selalu menyiangi taman hatiku dengan nasihat mereka. Layer terbawahnya adalah dirimu.
Jangan khawatir, aku selalu menyisihkan waktu untuk mendoakanmu menjadi pemimpin sejati, meski porsimu hanya kecil di hatiku. Cintaku padamu, meski tak mutlak, tetap utuh dan sempurna. Sebab ia disempurnakan oleh rasa malu. Malu pada Robb ku jika aku masih meminta sesuatu pada sesuatu selain dariNya. Malu pada Nabiku yang dalam pikirannya hanya terpikir ummat, ummat, ummat; tak tersedia
secuil hasrat cinta picisan yang mungkin, sesekali masih menghampiri makhluk sepertiku.
Aku dan Dirimu
Antara aku dan dirimu dibatasi oleh rasa malu dan cinta. Aku mencintai Robb ku melebihi segalanya, setingkat di bawahnya adalah lelaki paling mulia bernama Muhammad ibn Abdillah Saw. Setingkat di bawahnya adalah para shahabat, para salafus sholih. Setingkat di bawahnya lagi adalah para ulama dan ustadz di zaman ini yang selalu menyiangi taman hatiku dengan nasihat mereka. Layer terbawahnya adalah dirimu.
Jangan khawatir, aku selalu menyisihkan waktu untuk mendoakanmu menjadi pemimpin sejati, meski porsimu hanya kecil di hatiku. Cintaku padamu, meski tak mutlak, tetap utuh dan sempurna. Sebab ia disempurnakan oleh rasa malu. Malu pada Robb ku jika aku masih meminta sesuatu pada sesuatu selain dariNya. Malu pada Nabiku yang dalam pikirannya hanya terpikir ummat, ummat, ummat; tak tersedia
secuil hasrat cinta picisan yang mungkin, sesekali masih menghampiri makhluk sepertiku.
Aku dan Ilmu
Untuk lebih memahami dunia dengan segala
permasalahannya, kapal besar yang akan membawa kita menuju negeri abadi, aku
membutuhkan ilmu pengetahuan. Karenanya jangan heran, bila sebagian besar
waktuku selain terisi oleh ibadah mahdhoh dan nawafil; kupergunakan untuk
menimba ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan yang berada di majelis para sholihin
atau di bangku akademis.
Jika, kemudian aku tak menemukanmu, pada akhirnya
ilmu pengetahuan kukejar demi mempersiapkan sumbangsihku yang lebih besar bagi
umat. Jangan salah berpikir mengapa aku sibuk mengejar ilmu, strata satu, dua,
tiga hingga ke negeri seberang. Sebab aku tak mau terlalu resah, sibuk
memikirkanmu. Waktuku terlalu berharga untuk menangisimu. Ummat masih menanti
muslimah sepertiku, berkiprah menyelesaikan masalah-masalah yang semakin
berkembang dan kompleks dari waktu ke waktu.
Aku dan Dakwah
Aku masih belum selevel bunda Aisyah ra yang
menghafal ribuan hadits. Belum selevel Jahanara, putri Shah Jahan yang
menelusuri jalan tasawuf usai bertikai dengan Aurangzeb, penguasa dinasti
Mughal. Belum setara dengan Tawakkul Karman, peraih nobel perdamaian. Belum
setara dengan Zaynab Al Ghazali atau Lathifah as Shuli, perempuan terhormat
dalam pergerakan di Mesir.
Tapi benakku dipenuhi bagaimana mengentaskan
muslimah kampus agar lebih memahami Islam secara utuh, bagaimana mengentaskan
ibu-ibu dari keterpurukan ekonomi, bagaimana agar anak dan remaja tidak tumbuh
di jalanan. Bagaimana agar kita punya kontribusi pada kehidupan bangsa dan
negara.
Dirimu, berada pada layer terakhir di benakku.
Tentu, terselip keinginan untuk meraih tanganmu, bersama menapaki jalan yang
penuh onak duri tetapi juga dipenuhi harapan dan kesempatan luas terbentang.
Aku dan Waktu
Aku tahu, hidup dibatasi waktu. Setiap tahapan usia
memiliki tugasnya masing-masing. Tapi aku tak mau dibatasi oleh budaya yang
mengatakan bahwa usia lah yang memastikan perempuan harus memasuki usia
pernikahan. Tak ada yang mampu memaksakan usia. Siapa dapat memastikan aku
memilikimu di usia 20, 23, 25, 30 atau 38 bahkan 40 nanti?
Aku tak memusuhi waktu, sebab, ia adalah salah satu
sumpah Tuhan dalam al Ashr. Aku, bersahabat dengan waktu. Tak akan kuhitung
tahun, bulan, pekan, hari apalagi detik hanya untuk memuja namamu dan menantimu
mengetuk pintu rumah orangtuaku. Kau ada di sini, dalam hatiku, tetapi kusimpan
rapi dan kulipat baik-baik dengan lapisan cinta dan malu. Aku tak akan
memaksakan waktuku
padamu, padaku, atau pada siapapun sebab setiap
kejadian memiliki dimensinya sendiri-sendiri. Waktu yang kumiliki akan kuisi
dengan sebaik-baik bekal, bagai backpacker yang mempersiapkan isi ranselnya
dengan perkakas yang penting dan tepat. Lebih baik kuiisi waktu dengan
menghafal Quran, membaca buku-buku, mengkaji ulang catatan pengajianku , berburu
ladang dakwah baru, berbakti pada orangtua, mengasuh adik-adikku dan
bersilaturrahmi dengan karib kerabat; dan tentu saja, mengisi dahaga akan ilmu.
I am and Somewhere Out There
Aku, tak sama dengan perempuan yang kau temui di
jalan-jalan. Yang menghabiskan waktu di depan cermin dengan mematut diri,
berhitung, klinik kecantikan mana lagi yang bisa dikunjungi. Aku, tak sama
dengan perempuan yang sibuk berhitung, kelak suamiku berpenghasilan berapa
sehingga mengajakku keliling Eropa?
Aku tak ada di cafe, when night is still young. Aku
tak ada di mall ketika di akhir pekan, berburu tas Hermes dan sepatu atau
discount baju.
Aku tak selalu ada di dunia maya, memandangi wajah
kharismatikmu di foto profil , yang sering melempar nasehat berharga dan banyak
gadis terhenyak dibuatnya.
Kalau kau mau mencariku, jasadku berada di
belantara ladang-ladang dakwah. Di masjid, di perpustakaan, di kampus, atau
menghabiskan waktu bersama teman-teman kampus; bersama kaum perempuan dan
anak-anak, berbagi ilmu.
Kalau kau mencariku, ruhku berada di outer space,
ketika sepertiga malam. Mungkin kau bisa menemuiku di sana, saat kita tengah
bermunajat bersama – meski tempat berbeda. Ketika gelombang elektromagentik
cinta kita beradu dalam aura makrokosmos yang sama. Aku, berbeda dengan
perempuan yang biasa kau temui.
Maharku mungkin murah. Tetapi nilaiku, tak setara
dengan emas yang kau bayarkan, insyaAllah.
Jadi, kuharap kau mengerti. Kalau aku tak akan
berkeliaran mencarimu, mengejar-ngejarmu.
Semakin lama kau menunda waktu, memperpanjang list
yang kau gunakan untuk meminang bidadarimu : yang cantik, yang mapan, berkarir,
lulus dengan pendidikan strata
tertentu, dari kalangan terhormat.
Aku, biasa-biasa saja. Kecantikan istimewaku pada
busana rapi dan kerudung yang kukenakan; pada lisan yang kuusahakan bertutur
dengan isi yang bernas. Kedua orangtuaku hanya orang biasa, dan aku adalah
tonggak keluarga. Aku mungkin tak akan membuat heartbeat mu berdetak ribuan
kali lebih cepat.
Aku, mungkin hanya menawarkan sedikit. Untuk menghidupkan
malammu. Untuk menjaga kehormatan, dunia dan akhiratmu. Pemikiran dan senyumku,
semoga kelak bisa menaungi hatimu yang resah dan kelelahan. Jika, kau masih
memimpikan daftar penantian akan bidadarimu, silakan. Mungkin namaku tak masuk
disitu.
Meski waktu bersanding kegelisahan dan lelah;
semakin aku tangguh dan kuat dalam penantian serta munajat kepadaNya.
Aku yakin, Ia akan memilihkan seseorang yang tepat
dan baik untukku, mungkin itu bukan dirimu. Aku justru mengkhawatirkan dirimu,
yang terlalu lama menunda dan menanti, membuat daftar yang semakin panjang;
maka kau tak akan mendapatkan perempuan sepertiku. Sebab semakin lama, bukan
diin atau dakwah yang menjadi pertimbanganmu. Dunia dan kecantikan, yang kau
sebut-sebut diperbolehkan oleh baginda Rasul Saw, membuatmu semakin pemilih.
Aku punya sebuah kisah yang mungkin layak disimak utntuk pemuda sepertimu.
***
Ahmad bin Aiman, sekretaris Ibn Thulun datang ke
Bashrah. Ia disambut oleh Muslim bin Umran, saudagar terkaya . Muslim bin
Umran, bukan hanya kaya raya tetapi juga tampan dan kharismatik. Dalam jamuan
makan kebesaran, datanglah kedua anak Muslim bin Umran. Mereka berdua sangat
sopan santun, ingin berbicara dengan ayahnya dan menunggu kesempatan sang ayah
datang. Ketampanan kedua anak itu mencengangkan para tamu, bukan itu saja,
sikap yang sangat serasi antara akhlaq, pakaian dan rupanya membuat para tamu
berbisik.
“Subhanallah,” decak Ibn Aiman. “Ibu anak ini pasti
melebihi bidadari kecantikannya!”
Muslim bin Umran hanya tersenyum mendengar pujian
para tamu dan berkata,” aku hanya ingin mengharapkan anda memintakan
perlindungan Allah untuk mereka.”
Seluruh tamu penasaran dengan kehidupan pribadi
Muslim bin Umran, apalagi dengan kebahagiaan yang terlimpah demikian sempurna.
Mereka memuji, megatakan kepandaian Ibn Umran memilih istri yang tentunya
cantik jelita dan dari keluarga terpandang. tentu hal yang masuk akal bila Ibn
Umran yag kaya da tampan mengambil gadis bangsawan. Siapa yang dapat menolak
nya?
Maka Muslim bin Umran berkisah mengenai masa
mudanya. Ia adalah pemuda petualang, suka berkelana, menimba ilmu. Hingga suatu
hari tibalah di Balakh, ibukota Khurasan. Seorang Imam sholih bernama Abu
Abdullah al Balakhi tengah membicarakan sebuah hadits dalam majelis,
“….seorang wanita yang hitam lebih baik dari wanita
cantik yang mandul.”
Muslim bin Umran , yang muda dan penuh gairah,
merasa belum pernah mendengar hadits tersebut. Apalagi penjelasan al Balakhi
demikian mengesankan. Al Balakhi mengatakan bahwa, bahasa Arab sangat tinggi muatan
sastranya.
Rasulullah Saw senantiasa menghindarkan kata-kata
celaan yang menyakitkan. Al Balakhi mengatakan, bahwa makna “hitam” adalah
salah satu istilah tersendiri, bukan makna hitam sesungguhnya. Hitam yang
dimaksud adalah apa yang dibenci kaum lelaki dari wanita dalam hal bentuk dan
rupa;
menunjukan wanita yang tubuh dan auratnya tidak
memenuhi selera. Ini dipakai Rasulullah Saw untuk mengangkat derajat &
harkat wanita.
Al Balakhi melanjutkan, seorang perempuan yang
cacat dan tidak cantik di mata orang lain, akan tampak menarik di mata
anak-anaknya; bahkan lebih cantik dari ratu singgasana. Itulah penglihatan
batin yang merasuk ke kedalaman makna. Jika menukik ke kedalaman jiwa, akan
tampak kecantikan & keindahannya. Kehormatan perempuan terletak pada fitrah
keibuannya. Meski perempuan itu jelek rupanya, jika ia memiliki fitrah keibuan
maka ia jauh lebih cantik dari perempuan yang indah raut wajahnya tetapi tidak
menunjukkan fitrah sejatinya.
Hati dan akal harus diutamakan sebab mereka adalah
dua pertiganya, bukan justru sepertiga yang harus diutamakan. Sembari
menceritakan ulang ksiah perjalanan masa mudanya bertemu Al Balakhi, Muslim bin
Umran menambahkan ayat,”…sekiranya engkau membenci sesuatu sedang di sana Allah
SWT memberikan banyak kelebihan dan kebaikan padanya…
Ibn Aiman melompat gembira.
“Ini adalah kata-kata malaikat yang kudengar dari
lisanmu kawan, ya Umran!”
“Apalagi jika kau dengar sendiri dari Abdullah Al
Balakhi,” jawab Muslim. “Dialah yang membuatku suka pada yang jelek, cacat dan
hitam. Setelah aku melihat diriku secara jujur , aku menginginkan istri yang
berinsan kamil, berakhlaq mulia. Aku tak peduli apakah ia cantik, manis ataupun
jelek dan buruk rupa.
Jika kewanitaan yang dicari itu ada pada setiap
wanita, tetapi untuk akal belum tentu ada pada setiap wanita.”
Maka kemudian, Muslim bin Umran meminang seorang
gadis. Siapa orang tua si gadis, tidak terlalu disebut.
Sebut saja namanya syaikh Ahmad. Syaikh Ahmad
menolak puluhan pelamar, menjaga putrinya dengan ketat dan menerima Muslim bin
Umran. Ketika malam pertama Muslim melihat sang perempuan, seketika teringatlah
ucapan Al
Balakhi.
Di hadapannya berdiri seorang yang jelek dan cacat.
Tetapi gadis itu, dengan rendah hati memegang tangannya,
“Tuanku, akulah rahasia yang dijaga ayahku demikian
ketat. Ia menerimamu sebab percaya padamu. “
Gadis itu mengambil kotak perhiasan.
“Ini adalah hartaku. Allah SWT menghalalkan Tuan
mengambil istri lagi. Pakaialah harta ini jika Tuan mengiginkan kecantikan.”
Muslim bin Umran, demikian teringat akan nasehat Al
Balakhi. Dengan lemah lembut ia berkata,
”Demi Allah, percayalah....kau akan kujadikan
sebagian dari duniaku, dari segi apa yang yang dibutuhka pria dari wanita. Aku
hanya akan menempatkan kau sebagai satu-satunya dalam hatiku. Kaulah wanita
satu-satunya, akan akan menutup rapat mataku untuk wanita lain dan tak akan
berpaling.”
Gadis itu, ternyata seorang yang cerdas dan baik
hati. Semakin lama terlihat segar dan menyenangkan. Perlahan menghilang
kejelekannya, yang tampak hanyalah akal dan kecerdasannya. Ia menjadi istri
kesayangan saudagar terkaya Bashra, Muslim bin Umran.
Para tamu di jamuan itu ternganga, terhenyak tak
menyangka seseorang seperti Muslim bin Umran memiliki istri yang jauh dari
perkiraan mereka! Mereka merasa sangat malu di hadapan Muslim bin Umran yang
memiliki keluhuran budi tak terduga Ibn Aiman terharu.
Muslim memandangnya tersenyum,
”..lihatlah kedua anakku yang elok, Saudaraku.
Kurnia Allah , mukjizat keimanan.....”
***
You are the real diamond among the strong stones..
The real pearl in the dark sea..
The shining star in night sky..
You are, Rose..
Among the beautiful flowers all of my beloved
muslimah sisters..
Who still waiting for the real knight..
Diambil
dari bahan renungan dan perbaikan diri seorang Sahabat yang kini akan menggenapkan Diennya
Barokallah ukhti, Semoga keberkahan atas kalian berdua
Sahabatmu -Retno-
Barokallah ukhti, Semoga keberkahan atas kalian berdua
Sahabatmu -Retno-
:)
ReplyDelete