Generasi Rabbani #1

Pertemuan ini bukanlah sebuah pertemuan biasa, bukan pula agenda organisasi maupun kegiatan pekerjaan. Pertemuan ini merupakan pertemuan di tengah arus dakwah yang mengalir cepat dan penuh berkah, insya Allah.

Pertemuan ini merupakan pertemuan di tengah hiruk pikuk aktivitas dakwah. Sepasang anak manusia yang berusaha menjaga dirinya. Menjalani proses terbaik untuk menjemput jodohnya tanpa melalui aktivitas yang mengundang murka-Nya. Maka, ta’aruf dipilih sebagai proses awal untuk mengawali segalanya. Bahkan sebelum ta’aruf , telah terjadi tukar menukar biodata yang difasilitasi oleh murobbi/murrobiyah/Ustadz kami

Berawal dari keoptimisan akan sebuah janji-Nya. Bahwa tidak ada yang sia-sia atas ikhtiar yang dilakukan. Apalagi bertepatan dengan bulan Ramadhan. Ramadhan, bulan penuh keberkahan dan begitu banyak kisah luar biasa yang tercipta di bulan ini. Begitupun Ramadhan kali ini, Ramadhan yang insya Allah menjadi awal kisah kami.





Ya Ramadhan 1436 H, ketika Pasturi sahabat kami mencoba menawarkan kepada kami untuk berikhtiar menjemput ketetapan-Nya.

Kamipun mengikhtiarkannya, sembari memasrahkan diri pada-Nya. Sampailah biodataku pada Sang Ikhwan. Mulailah istikhoroh cinta Sang Ikhwan pada-Nya dan bermusyawarahlah Sang Ikhwan dengan keluarga besarnya.


Kami tak pernah mengenal sebelumnya apalagi bertemu sebelumnya, tapi kami menyadari bahwa ini adalah sebuah pilihan sadar dan sikap penuh kehati-hatian. Siapa yang berpikir bahwa pernikahan adalah suatu hal yang main-main, sebentar dan tidak langgeng? Tentu tidak ada yang berpikir demikian, karena sekali lafaz sakinah itu diikrarkan, maka berharaplah bahagia di dunia hingga di akhirat kelak. Insya Allah.


Mulianya agama ini, bahkan dalam memilihpun Islam mengarahkan. Agama yang tak dapat dikalahkan oleh agama lain ini menuntun kita untuk memperhatikan kriteria calon isteri/suami yang baik, menjalani prosesnya secara baik, istiqomah dalam kebaikan tersebut, dan berharap ridho Allah tercurahkan kepada keduanya. Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam bersabda, “Perempuan itu dinikahi karena empat hal, yaitu : harta, keturunan, kecantikan, dan agamanya. Dapatkanlah wanita yang taat.


Hingga Ramadhan berakhir berganti Syawal Sang Ikhwan memberikan jawaban. Sang Ikhwan berniat untuk berproses lebih lanjut dan prosespun diambil alih oleh seorang Ustadz sekaligus ayah bagiku di negri rantau.
Seorng Ustadz yang telah mengajarkan banyak ilmu. Sosok seorang sholeh yang berhati-hati memilih jodoh untuk santriwatinya.
Singkat cerita beliau mantap memproses kami. Mungkin itulah yang dinamakan "Bashiroh"seorng ulama, tapi yang pasti melalui proses tabayun dengan Murobbi Sang Ikhwan tentunya.
Tibalah waktu Ustadz mengutarakan tawaran bliau padaku. Sebuah keyakinan pada-Nya yang menjawab segalanya. Sebuah prinsip bahwa ketika datang seorang sholeh, maka jangan menolaknya.
Sebuah prinsip bahwa agama menjadi kriteria utama, maka Allah memudahkan segalanya. Hingga komunikasi ke keluargapun terasa dimudahkan. Subhanallah.
Begitu indah Islam mengaturnya. Hanya terjadi dalam satu hari saja, Ya Senin, hari bersejarah bagi kami yang juga bertepatan  dengan hari kemerdekaan negri ini di kota Hujan, Bogor, satu hari (yang faktanya tak lebih dari dua jam) peristiwa ta’aruf pun trjadi. Didampingi Sang Ustadz dan Pasturi sahabat kami, itulah pertemuan pertama kami.
Pertemuan yang insyaAllah didalamnya terdapat banyak keberkahan. Pertemuan untuk mengenal lebih jauh satu sama lain tentang visi misi pernikahan.
Cukup dini dan penuh resiko, begitulah kira-kira kalimat yang keluar bagi orang awam untuk memaknai proses yang paling “aman” ini. Fakta yang terjadi adalah satu kali saling bertemu (dalam seumur hidup) dan bertanya jawab di hadapan Ustadz dengan sesekali melemparkan beberapa detik pandangan dengan sipu malu dan memilih untuk lebih banyak menundukkan pandangan, tapi ternyata, perkenalannya tidak hanya disitu saja, melainkan telah terjadi dalam waktu yang cukup panjang melalui tarbiyah (pembinaan).


Tarbiyah mampu menjadi jaminan bagi kami untuk saling tsiqoh (percaya), begitu pula dengan kedua orang tua kami. Tarbiyah mampu membentuk kami menjadi satu fikrah, satu visi dan misi dakwah, satu pandangan dalam memaknai perbedaan, serta menyadari potensi kualitas diri yang akan terus melesat pasca pernikahan berlangsung.


Hingga berjalannya waktu, kami memutuskan waktu untuk khitbah 1 bulan setelahnya. Pertemuan dua keluarga yang tak pernah trfikir akan menjadi satu sebelumnya.
Riau-Lampung. Sebuah perjalanan panjang penuh perjuangan. Sebuah jalan untuk menggenapkan separuh agama yang begitu indah.


Pertemuan dua keluaga yang akhirnya memutuskanlah tanggal walimah. InsyaAllah 21 November 2015.  Peristiwa Mitsaqon Ghalizo yang akan mengguncangkan Arsy-Nya. Sebuah janji suci dalam ikatan suci.


Demikian perjalanan kisah kami. Sebuah pertemuan di jalan dakwah yang begitu indah dan cukup sulit untuk diungkapkan dengan batasan kata-kata. Kisah kami tidaklah lebih luar biasa daripada kenyataan yang terjadi. Semoga bisa menjadi bagian dari cerita indah di jalan dakwah. Mari bersama-sama meneruskan estafet dakwah, hingga daulah Islam tegak di muka bumi, ternaungi oleh Khilafah Islamiyah yang akan menjadi ustadziyatul alam, alias soko guru peradaban dunia. Sebuah peradaban maju secara tingkat intelektual dan teknologi, dengan mematuhi aturan Islam secara kaffah.

Semoga perjalanan proses, saat dan menjalani setelah akad, keluarga kami diberikan keberkahan-keberkahan-Nya. Aamiin ya robbal‘alamin. Wallahu a'lam.

No comments:

Post a Comment