Sesegar Telaga Kautsar

Kebahagian hidup di dunia ini bermula dari merasakan halla-watul iimaan (manisnya iman). Dan, halaawatul iimaan adalah buah dari al-mujaahadah fii thaa’ atillah ( usaha sungguh-sungguh untuk melaksanakan ketaatan kepada Allah SWT). Allah memberi karunia halaawatul iimaan kepada hamba-Nya, karena hamba itu terus menerus “merayu” ridha-Nya dengan kemurnian akidah, kenikmatan beribadah, dan kemuliaan akhlak. Seseorang akan merasakan nikmatnya beribadah ketika ia konsisiten melaksanakan ketaatan-Nya.

Ibarat seorang musafir yang menempuh perjalanan ke suatu tempat. Dia akan merasa senang ketika mulai perjalanan, juga ketika masih dalam perjalanan, puncak perasaan senang itu datang saat ia telah sampai ke tempat yang ditujunya. Diumpamakan juga seperti anak kecil yang diajak rekreasi oleh orang tuanya. Dia akan merasa gembira ketika orang tuanya menjanjikan hal itu. Dia akan lebih gembira lagi ketika ia dan orang tuanya mulai bersiap-siap untuk berangkat ke tempat itu. Puncak kegembiraannya adalah pada saat ia sampai ke tempat tujuan.
Begitu juga dengan seorang hamba yang beribadah kepada Allah SWT. dia akan melaksanakan ibadahnya dengan senang hati,khusyuk, dan nikmat. Puncak kenikmatan beribadahnya dirasakan pada saat menjelang kematian. Dia akan merasakan kebahagiaan. Karena itulah pintu pertemuannya dengan Allah SWT. dzat yang selalu di ibadahinya dengan segenap perasaan tunduk dan cinta selama hiduipnya di dunia.
Allah SWT berfirman..” orang-orang yang berkata ‘Sesungguhnya orang-orang yang merugi ialah orang-orang yang kehilangan diri mereka sendiri dan ( kehilangan) keluarga mereka pada hari kiamat. Ingatlah, sesungguhnya orang-orang yang lalim itu berada dalam azab yang kekal…’ (Asy-Syuuraa [42]:45).
Subhnaallah. Ingatlah bahwa orang-orang yang berkata akan tetap berkumpul pada keluarganya mereka yang berimam di akhirat nanti. Sementara orang-orang yang tidak berfirman, keluarga mereka akan terpisah dan bercerai-berai. Sungguh kehidupan di dunia adalah cerminan dari kehidupan akhirat. Jika di dunia kita hidup sukses dan bahagia dalam ketaatan kepada Allah, maka di akhirat pun kita menjadi sukses dan bahagia di bawah naungan ridho Allah SWT. Mereka yang sukses di akhirat dimulai dari kesuksesan mereka dalam menjalani hidup didunia adalah dengan menjadi hamba yang bertakwa.

Ali bin Abu Thalib berkata: “kunci takwa itu ada empat. Pertama , al-khaufu minal jaliil ( takut kepada Yang Maha Agung). Kedua, al-amalu bit tanziil (mengamalkan wahyu yang telah diturunkan). Ketiga, al-qanaa’atu bil qaliil(merasa puas dengan apa yang ada meski sedikit) . keempat, al-isti’daadu liyaumir rahiil (menyiapkan diri untuk hari kemudian). Itu semua benar-benar karunia dari Allah. Ingatlah bahwa mereka yang masuk ke surga bukan karena banyak pahala, zakat, puasa atau ibadah mereka yang lain, tetapi semua itu karena rahmat dan ridha Allah SWt…” tetapi Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan menjadikan imam itu indah dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan , dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus” (al-Hujuraat [49]:7).

Surga terlalu mahal untuk diperolah dengan ibadah yang hanya 60 sampai 70 tahun usia hidup kita, meski banyak orang yang usia hidupnya kurang dari itu. Dan usia yang digunakan untuk beribadah pun tidak mencapai separuhnya. Sementara nikmat yang Allah berikan kepada kita tidak terhitung dengan jumlah angka-angka yang di buat untuk urusan duniawi. Akan tetapi, Allah mencintai kita semua. Karena rahmat dan kasih sayang-Nya itulah, Dia memberikan rasa cinta dalam hati kita. Perasaan cinta pada keimanan dan menjadikannya terasa nikmat dan indah bagi orang-orang yang beriman. Oleh karena itu, semua kenikmatan yang Allah beri kepada kita, baik yang ada pada diri kita seperti hati, akal, panca indra, maupun diluar diri kita, yang ada diseluruh alam semesta, semua adalah fasilitas yang harus dipergunakan untuk beribadah kepada Allah SWT, sehingga kita bisa menjadi ‘abdan syukuuran’ (hanba yang bersyukur). Karena nikmat kita bersyukur, dan rasa syukur itu sendiri adalah nikmat. Mensyukuri setiap nikmat, menikmati rasa syukur, mensyukuri nikmat lagi kemudian menikmati rasa syukur lagi, mensyukuri nikmat lagi dan menikmati rasa syukur lagi, dan begitu seterusnya. Sehinggah seluruh aktivitas hidup kita tidak lepas dari aktivitas mensyukuri nikmat dan menikmati rasa syukur itu. Selama kita bersyukur atas semua nikmat yang Allah beri, selama itu pula hidup terasa nikmat. Wallahua'lam

No comments:

Post a Comment