Sebagian besar orang pasti ingin berproses menjadi orang baik. Kita selalu berusaha me-learning
diri sendiri untuk menjadi lebih baik. Belajar bersikap, mengendalikan
amarah, menghadapi masalah dengan cara yang tepat, memanejemen diri dan
sebagainya.
Dakwah kampus. Ia turut berpartisipasi mendewasakan diri saya. Ia
memupuk semangat jiwa pejuang yang penuh heroisme. Ia menuntut waktu,
pikiran, harta dan tenaga. Sampai-sampai saya hampir tidak bisa
memanajemen waktu dengan baik. Saya gagal meraih kecukupan dalam setiap
amanah saya di tahun keempat. Semua seakan penuh cela dan tidak
memuaskan, pun usaha saya toh memang tidak maksimal. Namun muslim harus
tegar dan kuat. Biarlah hal itu jadi pembelajaran di amanah selanjutnya.
Berhenti dari dakwah kampus, bukan berarti kita berhenti dari dakwah. Dakwah kampus adalah sekolah dan tantangan sebagai da’i (nahnu duat qobla kulli sya’in)
yang kebetulan nyambi menjadi mahasiswa. Setelah melewati sekolah, bagi
saya selanjutnya adalah mengaplikasikan ilmu dan menjadi orang yang
berkontribusi untuk ummat. Saya harus bisa seperti orang sebelum saya,
yang menjadi orang besar dan berpengaruh, dan punya bargaining position dalam masyarakat untuk kemajuan dakwah.
Kita harus bertahan dalam kehidupan masyarakat yang
heterogen, karena sebelumnya berada dalam hawa kampus yang homogen dan
terkondisikan. Padahal kita bisa jadi pengajak kebaikan dalam komunitas
kita sendiri meskipun kita sudah bekerja. Kita bisa menjadi pengaruh
baik, meskipun kecil. Toh, dakwah itu tidak melulu jadi penceramah.
Dakwah itu mengajak kebaikan dan mencegah kemungkaran. Dengan definisi
ini, paling tidak kita mengajak orang semakin mendekat pada Rabb kita,
bagaimanapun caranya (sekreatif versi kita). Hingga melahirkan lagi
wajah-wajah baru yang mengemban kemuliaan Islam dari kaum muslimin.
Jangan lupa bahwa memberi petunjuk lebih utama dari unta merah
Jangan lupa bahwa kita masuk dalam bagian generasi masa depan.
Generasi yang tentu harus lebih baik dari generasi sebelumnya, yang
mengutamakan nilai-nilai Islam dalam tiap sendi kehidupan. Dan kita
tidak bisa sendiri. Kita harus menggandeng banyak orang, kawan! Mari
menjadi bagian dari agent of change (unsur perubah), yang mengubah dari kondisi jahiliyah menuju cita-cita peradaban Islam.
Kini kita tunaikan amanah tersebut dengan menyongsong peran nyata di masyarakat. Mempersiapkan diri dan masuk dalam dakwah selanjutnya. lnsya Allah tekat dan komitmen ini akan dijawab Allah dengan kemudahan dan kebahagiaan. Selebihnya mari kita beramal dengan amal-amal yang nyata [Al Izzah No.21/Th.2, 30 September 2001 M].
Jadilah aktivis dakwah layaknya ikan di lautan, yang tetap tawar
walaupun hidup di air asin (Ust. Syaikh Yusuf Qaradhawi). Selama hidup,
bertahun lamanya dagingnya tetap tawar. Tapi saat ikan itu mati, satu
jam saja dalam seember air garam, maka ia akan menjadi ikan asin. Begitu
pula keimanan dalam hati. Bila hati itu hidup, dimana saja dia berada
maka keimanannya akan tetap terjaga. Bukan keimanan komunal, yang hanya
hidup di habitatnya yang kondusif saja.
Yak, akhir kata, semoga bisa istiqomah bertahan di jalan dakwah, dimanapun dan kapanpun kita berada. Bismillah..
No comments:
Post a Comment